Showing 11 results

Authority record

Badan Pemugaran Candi Borobudur (BPCB)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1971 - 1983

Pembentukan Badan Pemugaran Candi Borobudur didasari oleh penandatanganan aide memoire oleh Direktur Jenderal UNESCO, Rene Maheu, yang mengunjungi Borobudur pada bulan Juni 1971. Salah satu kesepakatan didalamnya adalah penempatan konsultan UNESCO di Indonesia mulai tanggal 1 Juli 1971 untuk durasi sekitar 2,5 tahun. Pada saat yang sama, UNESCO juga akan segera menggalang dana sebesar 2 juta dollar sehingga Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO dapat menandatangai kontrak pada bulan Oktober 1971. Untuk keperluan tersebut, Pemerintah menyetujui untuk memberntuk sebuah Panitia Eksekutif untuk mengoordinasikan segala sesuatu yang menyangkut pelaksanaan dan pembiayaan proyek Borobudur. Atas dasar pertimbangan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Badan Pemugaran Candi Borobudur dengan surat keputusan no. 0124/1971 pada tanggal 23 Juni 1971.

Prof. Ir. R. Roosseno ditunjuk sebagai Ketua Badan. Sementara itu para tenaga ahli dari Indonesia, yang semula diangkat dalam proyek untuk mendampingi Pimpinan Proyek, diangkat sebagai anggota staf ahli Badan sebagai rekan imbangan bagi para tenaga ahli yang didatangkan oleh UNESCO. Staf ahli tersebut terdiri atas Dra. S. Sulaiman, Ir. S. Samingun, Dr Sampurno, Ir. Parmono, Ir. Joetono, Ir. Sri Hartadi, Ir Tedjojoewono, dan Ir. Soewandi. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 09/P/1973 tertanggal 23 Januari 1973, Ketua Badan Pemugaran Candi Borobudur juga merangkap sebagai Ketua Consultative Committee, dengan anggota Dr. D. Chihara (Jepang), Dr. J.N. Jenssen (Amerika Serikat), Dr. K. Siegler (Republik Federasi Jerman), dan Prof. Dr. R. Lemaire (Belgia).

Pemimpin Proyek (PP)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1969 - 1983

Pemimpin Proyek membawahi segala kegiatan sektor Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Pada tahun 1969, Pemimpin Proyek diisi oleh Ir. Ars. S. Samingoen, yang juga merangkap sebagai Bendaharawan Proyek. Saat itu, Samingoen menjabat sebagai Kepada Dinas Pemeliharaan dan Pemugaraan Direktorat Purbakala dan Sejarah, sekaligus sebagai Pjs. Kepala Direktorat, karena Prof. Dr. Soekmono sedang menuaikan tugas sebagai Senior Specialist pada Insitute of Advanced Projects, East-West Center di Honolulu, Hawai'i pada bulan September 1968 sampai bulan Juli 1969. Pada waktu itu, Pemimpin Proyek secara praktis berkantor di Borobudur untuk memantau kegiatan persiapan proyek pemugaran secara langsung.

Pada bulan Oktober 1970 terjadi pergantian Pemimpin Proyek yang dijabat secara rangkap oleh Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional, yaitu Prof. Dr. Soekmono. Soekmono lahir di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 14 Juli 1922. Beliau merupakan salah satu arkeolog pertama Indonesia lulusan dari Universitas Indonesia tahun 1953. Pada tahun 1953 – 1974 diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala. Soekmono merupakan orang Indonesia pertama yang memimpin Dinas Purbakala pasca kemerdekaan. Mempunyai panggilan kesayangan "Pak Soek" oleh rekan, staf, dan mahasiswanya, beliau menyelesaikan disertasi berjudul "Candi, Fungsi dan Pengertiaannya" di Universitas Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuannya mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya. Kesibukannya sebagai “praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis. Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada tahun 1978 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1986-1987 sebagai Guru Besar tamu di Rijksuniversiteit te Leiden, Belanda.

Dokumentasi (D)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Sektor Dokumentasi pada tahun dibentuknya, sektor ini bernama Dokumentasi dan Reportase, namun setelah dimulainya Proyek Pemugaran Candi Borobudur secara resmi pada tahun 1973, berubah nama menjadi Sektor Dokumentasi. Sektor ini dibagi kedalam tiga subsektor, yaitu Subsektor Fotografi, Subsektor Data Arkeologi, dan Subsektor Kehumasan (yang juga pernah bernama Penerangan dan Administrasi).

Sektor Dokumentasi mengabadikan keadaan candi, setiap bagiannya, melalui pemotretan dan penggambaran, dan menyusun dokumentasi dari segala sesuatu yang dapat menjadi landasan dan pedoman untuk rekonstruksi selanjutnya.

Kontraktor (KON)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Joint contractors secara resmi mulai bekerja pada tanggal 31 Agustus 1973 setelah penandatanganan kontrak dengan Pemerintah Indonesia melalui Badan Pemugaran Candi Borobudur. Proses lelang pemilihan kontraktor telah dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 1973, dengan pemenangnya adalah joint venture antara PT Nindya Karya (NK) dan Construction and Development Corporation of the Phillipines (CDCP) dengan penawaran sebesar Rp 2.633.530.000, 00. Pemilihan pemenang ini disetujui melalui sidang Consultative Committee II pada tanggal 2-6 Juli 1973.

Dalam kontrak induk tidak dirinci pekerjaan dan pembiayaan, melainkan hanya garis besarnya saja dari apa yang menjadi inti dari tender documents. Hal-hal yang lebih rinci, yang juga sekaligus berfungsi sebagai perintah kerja, dicantumkan dalam supplementaru contracts yang setiap diperlukan akan disusun bersama pada waktunya, sedangkan addendum akan disertakan pula sebagai pelengkap apabila terdapat perubahan dalam supplementary contract.

Proyek Pemugaran Candi Borobudur (PPCB)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1969 - 1983

Pemugaran Candi Borobudur berskala besar dimulai pada tahun 1969 sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita atau PELITA), sebuah rencana pembangunan nasional yang diprakarsai oleh rezim Suharto untuk meningkatkan investasi dan mengembangkan infrastruktur negara. Tahap pertama dari proyek PELITA berjalan dari tahun 1969 s/d tahun 1974 dan berlanjut pada tahun 1994 dengan empat fase tambahan: Repelita II (1974–1979); Repelita III (1979–1984); Repelita IV (1984–1989); dan Repelita V (1989-1994). Semua proyek PELITA dibiayai oleh Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS).

Proyek Pemugaran Candi Borobudur dimasukkan dalam anggaran PELITA dari tahun 1969. Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Pengembangun Kebudayaan Nasional, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun pertama, PELITA menyediakan anggaran sebesar Rp 50.000.000,00 yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek no. 408 / XVI / I / 5/69 tanggal 28 Mei 1969 dengan nomer kode 04.001.161.03. sesuai dengan peraturan PELITA maka Gubenur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah berstatus sebagai Pengawas Proyek Umum, sedangkan pengawasan proyek secara teknis diserahkan kepada Dinas Pemiliharaan dan Pemulihan Direktorat Purbakala dan Sejarah.

Tekno Arkeologi (TA)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Sektor Tekno Arkeologi secara umum bertanggung jawab dalam pembongkaran (dismantling) batu-batu candi khususnya batu-batu luar, dan kemudian pembangunannya kembali. Pada awal terbentuknya Proyek Pemugaran Candi Borobudur tahun 1972, terdapat 8 sektor dimana untuk pekerjaan yang bersifat teknis dibagi menjadi dua yaitu Sektor Arkeo-Metrografi dan Sektor Tekno Arkeologi. Sektor Arkeo-Metrografi bertugas untuk melakukan pengukuran dan penggambaran. Sedangkan sektor Tekno Arkeologi pada awalnya secara sempit hanya bertugas melakukan penggalian, pemilihan batu, dan pencarian serta pencocokan batu Selain itu, Sektor ini juga menjadi cikal bakal sekaligus tempat pelatihan bagi para staf tekno-arkeologi untuk mengembangkan metode pengukuran dan penggambaran dengan pendekatan fotogrammetri. Pemisahan sektor ini didasarkan pada kebijakan untuk meningkatkan pekerjaan pengukuran dan penggambaran sebagaimana direkomendasikan oleh para tenaga ahli asing sehubungan dengan metode pemugaran yang masih baru. Pada pertengahan tahun 1973, sektor Arkeo-Metrografi dihapus dan dilebur ke dalam sektor Tekno Arkeologi, oleh karena tugas khususnya dalam bidang pengukuran telah selesai sedangkan pekerjaan ini dapat dilanjutkan secara biasa bersama dengan tugas-tugas teknis lainnya dari sektor Tekno Arkeologi.

Untuk menunjang terlaksananya kegiatan sebagaimana diharapkan, sebanyak 40 orang lulusan STM dari bangunan gedung secara bertahap telah mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang tekno arkeologi selama 3 tahun dimulai pada tahun 1971. Dalam menjalankan tugasnya, khususnya di bagian pelaksanaan pemugaran, kader teknisi di bidang tekno arkeologi dibantu oleh tukang dan pembantu tukang yang jumlahnya mencapai 250 orang. Tukang dan pembantu tukang dalam hal ini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam melakukan pekerjaan pemugaran sepserti cara membongkar dan memasang kembali batu candi, cara mengangkat dan mengangkut batu candi, serta cara mencocokkan batu temuan atau batu candi yang terlepas dari ikatannya. Secara umum, Sektor Tekno Arkeologi memiliki jumlah personel terbesar didalam struktur Proyek Pemugaran Candi Borobudur, dimana jumlahnya mencapai sekitar 700 orang.

Kemiko Arkeologi (CA)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Sektor Kemiko Arkeologi pada awal berdirinya bernama Sektor Preservasi, namun kemudian berganti nama menjadi Sektor Kemiko Arkeologi setelah proyek pemugaran secara resmi dimulai pada tahun 1973. Sektor ini dibagi kedalam tiga subsektor, yaitu Subsektor Laboratorium, Subsektor Konservasi dan Subsektor Servis dan Administrasi.

Sektor ini secara khusus menangani pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan inventarisasi dan dokumentasi gejala-gejala penyakit yang dihadapi, melakukan diagnosis akar permasalahanya, menentukan “resep” dan metodologi penanganannya, serta melakukan terapi terhadap berbagai tipe penyakit yang dihadapi, seperti halnya di bidang kedokteran. Konservasi merupakan salah satu metode pelestarian benda cagar budaya yang kompleks, yang memerlukan pendekatan dari berbagai cabang disiplin ilmu (multidiscipline approach), seperti halnya budaya (antropologi, arkeologi, sejarah, sosial), pengetahuan alam (kimia, fisika, mekanika), (mikro) biologi, klimatologi, teknologi (teknik sipil, teknik fisika, teknik kimia). Agar tujuan konservasi dapat dicapai secara efektif, diperlukan metode kerja yang bersifat efektif dan sistematik. Cara-cara kerjanya harus bersifat diagnostik dan perawatan yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Seperti halnya di bidang kedokteran yang menggunakan medical record, di bidang konservasipun juga menggunakannya, baik diagnosis maupun tindakan konservasinya pun juga harus direkam. Rekaman tersebut meliputi tahap sebelum penanganan konservasi, selama penanganan konservasi, dan pascakonservasi. Rekaman tersebut sangat besar manfaatnya kelak, apabila terjadi masalah-masalah ulang maupun masalah baru. Oleh karena itu, rekaman kondisi keterawatan tersebut yang di Sektor Khemiko Arkeologi dikenal dengan “Kartu Penanganan (treatment card)” perlu disimpan baik-baik serta menggunakan sistem registrasi seperlunya. Registrasi tersebut diperlakukan untuk setiap blok batu yang dianggap sebagai sosok individu.

Dalam kaitannya dengan SDM, mengingat pada waktu itu di Indonesia belum ada lembaga yang secara khusus menangani pendidikan dan pelatihan di bidang konservasi, maka untuk mempersiapkan tenaga tersebut dikirimkan seorang teknisi yaitu Bapak Suyono untuk menjalani pendidikan dan pelatihan (training course) di luar negeri, yaitu di Central Laboratory of the Institut Royal du Potrimoine Artistique di Brussels, Belgia, selama 2 (dua) tahun, pada tahun 1969 di bawah pembinaan Prof. Coremans. Sepulang beliau, kemudian ditugaskan untuk merintis Sektor Khemiko Arkeologi, Proyek Pemugaran Candi Borobudur, dengan melakukan rekruitmen tenaga-tenaga teknisi menengah yang diambil dari tenaga berlatar belakang pendidikan SMA jurusan Ilmu Pasti-Alam. Pengadaan tenaga tersebut dilakukan atas kerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Rekruitmen dilakukan selama 4 (empat) kali angkatan dengan jumlah keseluruhan sebanyak 57 orang, dengan rincian yaitu Angkatan I: 10 orang, Angkatan II: 10 orang, Angkatan III: 19 orang, dan Angkatan IV: 18 orang.

Tenaga-tenaga tersebut selanjutnya diberikan pendidikan dan pelatihan secara khusus selama 3 (tiga) tahun. Pendidikan dan pelatihan di bidang teori dilakukan dengan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yaitu dengan kuliah pada petang hari di Yogyakarta dengan dosen dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, dan Universitas Veteran Negeri Yogyakarta, sedang- kan untuk prakteknya dilakukan secara insitu yaitu di pemugaran Candi Borobudur, dengan dengan instruktur dari staf ahli UNESCO yang terlibat secara langsung dalam Proyek Pemugaran Candi Borobudur, di antaranya adalah Dr. Giselle Hyvert, ahli mikrobiologi dari Perancis dari Laboratoire de cryptogamie du Museum National d’Histoire Naturalle, Paris dan Mr. Paolo Bacchin, ahli pahat dari Italia. Di samping itu, juga tenaga ahli lain di bidang konservasi, yaitu Prof. Coremans, Director of the Central Laboratory of the Institut Royal du Patrimoine Artistique, Brussels, Belgium, yang melakukan misi ke Borobudur pada tahun 1956.

Untuk menunjang operasional penelitian maupun perawatan batuan juga dilakukan persiapan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. Beberapa sarana tersebut antara lain meliputi peralatan laboratorium untuk menunjang diagnosis akar permasalahan yang dihadapi di lapangan, sarana untuk pembersihan batu, sarana pengeringan batu, sarana untuk perbaikan dan konsolidasi, dan sarana pengawetan. Sedangkan prasarana yang diadakan antara lain meliputi bangunan laboratorium dan tempat penampungan batu (buffer storage) sebelum dikonservasi, bangunan perawatan batu (stone treatment) yang meliputi bangunan untuk unit pembersihan (cleaning unit), unit pengeringan (drying unit), unit perbaikan (repairing unit), dan unit pengawetan (treatment unit), dan tempat penampungan akhir (final storage).

Tata Laksana (T)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Sektor Tata Laksana kemungkinan dibentuk oleh Pemimpin Proyek pada tahun 1970/1971, dan menjadi bagian dari sektor pembantu Proyek Pemugaran Candi Borobudur sampai dengan selesainya pekerjaan pada tahun 1983. Kemungkinan juga, sektor ini adalah hasil dari restrukturisasi Sektor Administrasi yang dibagi menjadi dua sektor, yaitu Sektor Tata Laksana dan Sektor Keuangan Material. Sektor Keamanan pernah digabungkan kedalam Sektor Tata Laksana pada tahun 1973 walaupun kemudian dipisah kembali.

Keuangan Material (KM)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1983

Sektor Keuangan Material pada awalnya ketika Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadi proyek nasional dalam program PELITA pada tahun 1969 bernama Sektor Administrasi. Dalam perjalanannya, Sektor Administrasi dipecah menjadi dua, yaitu Sektor Keuangan Material dan Sektor Tata Laksana. Perubahan ini kemungkinan terjadi pada tahun 1972, dan strukturnya kemudian tetap digunakan sampai dengan selesainya Proyek pada tahun 1983.

Keamanan (K)

  • ID-JT
  • Corporate body
  • 1970 - 1973

Sektor Keamanan sempat berubah keanggotaannya pada tahun 1971 karena pengembalian tenaga Hansip ke Prambanan, sehingga dibentuk suatu regu keamanan yang terdiri atas 20 orang. Latihan-latihan khusus dan pengawasan dilaksanakan oleh Camat, Komandan Koramil, dan Komandan Sektor Kepolisian, sehingga kerjasama antara Proyek dengan Kecamatan yang sudah dimulai sejak tahun 1970 dapat berjalan semakin erat. Pada tahun 1973, Sektor Keamanan dihapus dengan pertimbangan bahwa pengamanan proyek dapat dijalankan secara lebih efisien apabila digabung dengan Sektor Tata Laksana. Namun dalam struktur yang disusun pada tahun 1978, Sektor Keamanan muncul kembali dengan didalamnya terdapat 3 subsektor, yaitu Subsektor Operasi, Subsektor Penyidikan dan Subsektor Administrasi.

Results 1 to 10 of 11